Jumat, 28 Februari 2014

Diary untuk Kampung Fiksi

Haloo... kali ini mau ngepost khusus untuk ultah Kampung Fiksi yang ke-3 tentang cerita waktu ikut salah satu lomba cerpen yang diadakan Kampung Fiksi bulan Ramadhan tahun lalu. Cerita ini aku buat kayak diary aja ya... *hadeh kayak cewek aja pake nulis diary segala* :D Cekidoott...

13 Juli 2013

Setelah sahur dan sholat Subuh, aku iseng-iseng mengecek akun twitter. Pandanganku langsung terkunci pada satu tweet di sana yang menuliskan “Yuk ikut #CerpenRamadhanKF....”. Ya, itu tweet dari KF. Tweet itu sontak menyegarkan mataku untuk menuliskan reminder di buku saktiku (buku daftar kumpulan lomba menulis). Apalagi hadiahnya juga bikin ngiler, USB Modem dari Smartfren! Percaya atau tidak, sebelumnya aku memang sangat ingin membeli sebuah modem tapi karena kantong pelajar yang tak setebal kantong Pak ARB, jadilah aku masih harus menabung.
***
Berhari-hari belum juga mendapat ide tentang Ramadhan Damai seperti tema yang diminta KF, akhirnya aku membiarkan 2 modem itu melayang (lomba berlangsung 3 minggu dan tiap minggunya diambil satu pemenang). Dalam sisa waktu yang ada, aku gunakan untuk membaca cerpen para pemenang sebelumnya lalu aku pelajari apa sih yang membuat cerpen mereka terpilih. Ah... ternyata dalam cerpen mereka terdapat “pesan” namun tak terkesan menggurui.


Setelah bergulat dengan netbook sekitar hampir dua jam, taraa... akhirnya jadilah sebuah cerpen berjudul “Mukenah Mak” yang terinspirasi ketika melihat mukenah milik ibu yang tersampir di kamarnya setelah beliau gunakan tarawih kemarin malam.

Jujur, ketika akan mengirim cerpen tersebut tak ada ekspektasi tinggi untuk menang karena aku yakin yang ikut pasti banyak dan mungkin beberapa dari mereka adalah penulis yang sudah lalu lalang di dunia kepenulisan. Bandingkan dengan aku yang hanyalah penulis amatir dengan teknik menulis yang masih sedangkal air kolam di sekolahku yang lumutan *mulai lebay*. Apalagi para juri KF pun pasti punya standart tinggi untuk memilih cerpen pemenangnya. Tapi karena sudah kepalang basah, akhirnya kupencet juga tombol send di email. Beres! Tinggal tunggu pengumuman sekalian menyiapkan hati agar tak terlalu sakit jika tak terpilih.
***
2 Agustus 2013
               
Siang itu matahari terasa ingin menelan kepalaku bulat-bulat. Begitu terik. Setelah sampai rumah, seperti biasa aku mengecek twitter. Dan olala..... aku terperangah, terperanjat, terkapar *apa sih?* ketika membaca mention dari DJTwitKF dan para admin KF yang memberi selamat dan menyatakan akulah yang menjadi pemenang #CerpenRamadhanKF minggu terakhir. Hoaaahh.... Tak bisa digambarkan lagi bagaimana bahagianya ketika itu.
              
Tapi... tahukah kalian apa yang aku dapatkan selain modem saat aku memenangkan lomba cerpen tersebut? Bukan... bukan piring cantik seperti di iklan-iklan sabun colek melainkan SEMANGAT MENULIS. Ya, sejak saat itu aku jadi lebih semangat untuk menulis lagi. Aku juga lebih giat belajar tips-tips menulis dari tweet-tweet atau blog KF. Kemenangan itu membuatku yakin jika menulis bukan hanya milik seorang penulis terkenal saja. Menulis bisa dilakukan oleh semua orang jika mereka MAU.


Terima kasih ya KF karena telah memberikan ruang untuk para penulis pemula sepertiku untuk belajar dan menunjukkan karyanya. Semoga kalian tak pernah lelah untuk membagikan ilmu pada kami. Selamat ulang tahun dan sukses selalu untuk KF... :D


Ikut memeriahkan ultah Kampung Fiksi yang ke-3 bersama Smartfren, Mizan, Bentang Pustaka, Stiletto Book dan Loveable

Rabu, 12 Februari 2014

[Let’s Celebrate Love!] Jodoh, siapa yang tahu?




Haloo mbak Lala, sebelumnya salam kenal ya...

Oh ya, sekalian mau ngucapin Happy Bornday, sukses slalu buat mbak Lala.. :D

Ok.. sesuai dengan syarat buat ikutan kuisnya, aku bakal nulis kisah cinta saudaraku (kakak pertamaku). Sebenarnya pingin nulis kisah cinta sendiri sih, tapi apalah daya aku masih terlalu “hijau” dalam urusan cecintaan.. KTP aja belum punya mau ngurusin cinta, hehe...

Kisah cinta kakakku ini, Mbak Wita (biasa aku panggil Mbak Wit), terbilang cukup unik dan kayak sinetron. Tapi sungguh inilah yang terjadi pada Mbak Wit sekitar 5 tahun yang lalu.

Mbak Wit adalah lulusan dari salah satu universitas swasta di Surabaya jurusan Farmasi. Tittlenya S.Farm yang nanggung itu –dibilang apoteker belum karena Mbak Wit nggak ngambil Program Profesi (alasan biaya), dibilang asisten apoteker juga nggak- membuat Mbak Wit sedikit kesulitan mencari kerja setelah ia lulus. Singkat cerita, akhirnya dengan terpaksa Mbak Wit merelakan tittlenya disejajarkan dengan anak SMF dan menjadi asisten apoteker (AA) di salah satu RS di kota Gresik. RSnya lumayan besar dan dekat dengan rumah meskipun gajinya yang yaaa bisa dibilang kurang untuk ukuran seorang sarjana.

Mbak Wit ditraining selama 3 bulan dulu ketika pertama kali masuk. Hal yang wajar, bukan? Yang tak wajar adalah sikap apotekernya (Mbak Lina) yang katanya Mbak Wit sih kurang bersahabat sama dia. Mbak Lina ini memang terkenal dingin dan judes di mata karyawan yang lain. Mbak Wit sering dimarahi atau disindir dengan kata-kata tak enak ketika di sana. Hal ini membuat Mbak Wit seperti orang tertekan. Udah gaji kecil, dimarah-marahin, kasihan banget pokoknya. Aku juga melihat sendiri pipinya jadi lebih tirus sejak dia bekerja.

Sebelum masa training 3 bulan habis, pihak RS (termasuk Mbak Lina sebagai kepala bagian apotek) mengadakan rapat dulu untuk memutuskan apakah para karyawan baru itu layak diterima atau tidak. Nah, sebelum hasil rapat itu keluar, entah kebetulan atau tidak aku membaca lowongan kerja untuk AA di RS itu di koran. Ah, firasat buruk nih. Yap, ternyata benar, Mbak Wit dipecat. Saat itu, benar-benar pukulan telak tak hanya bagi Mbak Wit tapi juga bagi kami sekeluarga karena di saat yang bersamaan ayah kami sedang terbaring di ICU karena jantung koroner yang pastinya butuh biaya besar.

Selang 2 tahun, Mbak Wit sudah bekerja di RS lain meskipun tak sebesar yang dulu. Apotekernya adalah sahabatnya sendiri semasa kuliah. Di sana, dia mengenal Mas Bagus, seorang Medrep yang biasanya nyetok obat di RS Mbak Wit. Setelah saling mengenal akhirnya mereka berpacaran. Mengingat umur mereka yang tak lagi muda, akhirnya mereka pun berencana untuk segera menikah. Kami sih sebagai keluarga seneng-seneng aja kalau Mbak Wit mau nikah tapi yang menghebohkan adalah ternyata Mas Bagus adik kandung dari Mbak Lina. Jddeerr!!! Kami sekeluarga langsung syok waktu Mbak Wit menceritakan siapa calon suaminya. Ibu, ayah dan kakakku yang lain sampai tak henti-hentinya bertanya, “Kamu yakin Wit sama Bagus? Gimana nanti sama Lina?” Mbak Wit pun berkali-kali meyakinkan kami bahwa dia sudah mantap dan tak mempermasalahkan bahwa Mas Bagus adalah adik dari Mbak Lina, orang yang dulu sempat membuatnya stress setengah mati, haha...

Akhirnya, tepat 11 November 2012 silam keduanya pun menikah. Kini, mereka sudah memiliki seorang putri kecil yang lucu berumur 4 bulan. Hubungan Mbak Wit sama Mbak Lina jadi membaik meskipun masih agak kaku.

Dunia ini sempit ya, Mbak Lala? Ya, itulah kesimpulanku ketika mencermati kisah cinta Mbak Wit yang lebih mirip kisah di FTV ini. Begitu banyak lelaki di dunia ini, tapi ternyata Tuhan menjodohkan Mbak Wit dengan adik dari mantan bossnya itu. Sekali lagi hal ini membuktikan jika jodoh adalah kuasa dan rahasia Tuhan, kita tak pernah tahu siapa yang menjadi jodoh kita kelak.
 
Ok, selamat menanti jodoh para jomblowan dan jomblowatiii…. *ngomong sama diri sendiri* :D