Sabtu, 27 Juli 2013

[Resensi Buku] Rogoh Ah... : Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia

      




Judul                : Rogoh Ah... : Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia
Pengarang       : @edi_akhiles
Penerbit           : Laksana (Diva Press)
Editor              : A. S. Sudjatna
Terbit               : Januari 2013 (Cetakan Pertama)
Halaman          : 228

            

Busyeettt, di bagian pangkal pahaku semakin ner-neran aja, getar-getar terus, makin lama makin menghebat.
Sial, sial banget...

Jangan, jangan, nggak baik, bukan pada tempatnya, nggak pantes, nggak etis, nggak sopan, ntar cuma bikin kamu nyesel sendiri loh...
Apa yang kalian pikirkan bila membaca kalimat di atas? Pasti kebanyakan negatif deh. Namun, itulah cuplikan blurb yang ada di back cover buku karangan @edi_akhiles ini yang justru mampu memikat rasa ingin tahu pembacanya.
 “Jangan-jangan buku ini buku yang “nggak-nggak” ya? Nanti disita guru loh..” 

Pertanyaan di atas diajukan oleh teman saya ketika pertama kali membaca blurbnya. Saya hanya meringis saja waktu itu. Tidak salah juga kata teman saya, karena buku ini memang buku yang “nggak-nggak”, nggak biasa dan nggak mainstream. Namun jangan salah, bukan “nggak biasa” dalam konteks yang negatif. Bila kalian membeli buku ini karena blurbnya yang bisa membawamu berfantasi liar dan berharap isinya juga tak kalah liar, maka saya ucapkan Selamat Menelan Kekecewaan. Karena yang kalian akan temukan lewat buku ini adalah hal-hal yang sejenak membuatmu tercengang lantas kemudian merasa tercabik, terpukul, tertampar bahkan terkoyak oleh pesan yang ada di dalamnya.
Buku dengan cover celana Jeans yang akan dirogoh ini dibuat karena mewakili salah satu dari 33 cerita di buku ini. Beberapa cerita dituturkan dengan bahasa khas remaja yang terkadang alay, seperti pada cerita BBM Ayah dan Bunda serta Ujung Adu Tahan-Tahanan. Meskipun usia pengarang tak lagi remaja, namun beliau mampu masuk ke zona itu dan menyoroti perilaku remaja saat ini yang tak lagi malu mengumbar kata-kata mesra di jejaring sosial dan gaul yang kelewat batas dengan nongkrong di diskotik. Untungnya saya bukan termasuk remaja yang disindir pengarang, jadi saya tidak terlalu tercabik-cabik dibuatnya.
Tak hanya menyorot tentang masalah remaja, buku ini juga menyorot tentang gaya hidup saat ini. Baca saja pada cerita Sosialita atau S(os)i(a)lit(a) dan Srintil Similikitil. Dalam cerita pertama, disinggung saat ini masyarakat dibuat salah kaprah dengan istilah Sosialita yang banyak menempel di kalangan wanita highclass dengan segala tetek bengek kemewahannya. Padahal makna sosialita sendiri hanyalah layak disandang oleh mereka yang memiliki kepedulian yang tinggi (halaman 138). 
              
Begitu juga untuk cerita yang kedua, di sini beliau membahas fenomena mahasiswa perantauan yang malah ongkang-ongkang di kafe sampai subuh dengan dandanan minim pakaian dan mabuk-mabukan. Padahal orang tua mereka sudah mati-matian mengeluarkan banyak biaya agar mereka dapat mencari ilmu dan meraih kesuksesan di sana. Di cerita ini, saya sedikit berkaca-kaca. Memang benar, terkadang kita sebagai anak tak mau tahu apa saja yang sudah orang tua kita korbankan untuk kesuksesan kita. Kita hanya bisa menuntut bahkan mengomel bila orang tua tak bisa memenuhi apa yang kita minta. Semoga saat menjadi mahasiswa nanti, saya tak menjadi Srontol Somolokotol (karena saya cowok) seperti mereka yang tak tahu bagaimana menghargai peluh orang tua. Mari diaminkan. Aminnn...
Sebenarnya masih banyak cerita-cerita lain yang membekas di ingatan saya, seperti cerita Siape Ayah Upin-Ipin? dan How Srukat You Are?; Kisah Beckham, Syahrini, dan Syahneni. Namun sebagai resensor yang baik, saya tidak mau spoiler dong. Buku ini mampu saya lumat tak lebih dari 3 jam. Cerita-ceritanya yang sarat makna namun tak menggurui ini, membuat saya kadang tersenyum, mendelik, mengerutkan dahi dan berkaca-kaca. Jarang loh bisa membuat cowok seperti saya berkaca-kaca saat membaca buku.
Overall, buku ini bagus dari segi tampilan maupun isinya. Namun sayaaangg.... daftar isinya kok tidak sesuai dengan halaman yang dituliskan? Contohnya untuk cerita Dhuha di Masjid Agung Bantul di daftar isi tertulis halaman 178 tapi kenyataannya cerita itu ada di halaman 185, begitu juga dengan cerita-cerita selanjutnya. Ini sepertinya remeh, tapi jujur ini cukup mengganggu karena terkadang saya membacanya berlompatan dimulai dari judul yang saya anggap paling menarik dulu. Oh ya satu lagi, di bagian tentang penulis tidak diberi foto. Memang tidak wajib sih, tapi untuk saya yang orangnya agak kepo, itu wajib biar pembaca tidak penasaran dengan wajah si pengarang buku yang telah dibacanya.
Akhirnya 3.5 / 5 untuk Rogoh Ah... : Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar